Video mulai berputar.
"Hai, Satya! Hai, Cakra!" Sang Bapak melambaikan tangan.
"Ini Bapak.
Iya, benar kok, ini Bapak.
Bapak cuma pindah ke tempat lain. Gak sakit. Alhamdulillah,
berkat doa Satya dan Cakra.
...
Mungkin Bapak tidak dapat duduk dan bermain di samping kalian.
Tapi, Bapak tetap ingin kalian tumbuh dengan Bapak di samping kalian.
Ingin tetap dapat bercerita kepada kalian.
Ingin tetap dapat mengajarkan kalian.
Bapak sudah siapkan.
Ketika kalian punya pertanyaan, kalian tidak pernah perlu bingung
ke mana harus mencari jawaban.
I don't let death take these, away from us.
I don't give death, a chance.
Bapak ada di sini. Di samping kalian.
Bapak sayang kalian."
-----
Ini adalah sebuah cerita. Tentang seorang pemuda yang belajar mencari cinta. Tentang seorang pria yang belajar menjadi bapak dan suami yang baik. Tentang seorang ibu yang membesarkan mereka dengan penuh kasih. Dan..., tentang seorang bapak yang meninggalkan pesan dan berjanji selalu ada bersama mereka.
***
Banyak kejutan yang terjadi di dalam buku ini. Saya beritahu terlebih dahulu, bahwa saya sangat senang dengan buku ini. Memang jelas, buku ini bercerita tentang sebuah keluarga. Ada bapak, ibu, kakak, dan adik. Namun, siapa sangka kalau saya benar-benar menyukai satu KELUARGA ini?
"Kalian duduk di sini.
Sudah, kalian berhenti menangis.
Mamah nyalain TV dulu."
"Saka gak mau nonton TV. Saka mau Bapak." Cakra menangis dengan suara meninggi.
Itje hanya menatap anak bungsunya. Dia tidak merespons. Dia membuka sebuah lemari. Di dalam tersusun rapi ratusan kaset video. Lengkap dengan indeks yang komprehensif. Ada nomor dan topik. Dia mengambil kaset video pertama.
Itje menyalakan video player dan memutar kaset pertama tersebut. Dia kemudian duduk di lantai, ikut menyaksikan video tersebut bersama kedua anak. Baginya, ini kali pertama dia melihat mereka tersenyum --pertama sejak bapak mereka meninggal.
(Halaman. 3-4)
Yang sangat saya sukai dari cerita ini adalah profil dari sebuah keluarga yang sangat penuh sopan dan santun. Adhitya Mulya menyisipkan sebuah tutur budaya dan berhasil membuat saya menyenangi karyanya. Yang mana, anak paling sulung dipanggil dengan sebutan "Kakang". Sementara, si anak bungsu menyebutkan namanya sendiri ketika sedang berbicara dengan sang kakak atau dengan siapa pun yang lebih tua. Mencerminkan kesopan-santunan yang sudah sangat jarang ditemui sekarang.
Cakra dan Satya berada di lantai atas, di kamar calon pengantin, mencoba baju Jawa untuk nikahan akhir minggu ini. Mereka berdua menatap diri di cermin.
"Cakep, Ka. Hampir ngalahin Kakang."
"Hahaha."
"Kakang udah pas nih, ya."
"Sip."
(Halaman 270)
And i love it.
Satu yang nggak boleh ketinggalan adalah komedinya. Saya sangat suka, kenapa saya sangat suka? Karena saya nggak berhenti tertawa (kecuali saat video player bapak diputar). Kalau boleh saya jatuh cinta kepada tokoh Cakra, maka saya akan jatuh cinta. Sedikit tentang Saka atau Cakra, ia adalah tokoh yang membuat cerita dalam buku ini sangat kuat. Karena nasib jomblonya yang menahun, ia sering diledekin teman-teman bahkan sang kakak sendiri. Bahkan, ia pun sampai dijodohkan langsung oleh ibunya sendiri. Siapa sangka bahwa wanita beruntung yang dijodohkan untuknya adalah wanita yang selama ini membuat ia jatuh cinta namun gagal dalam pendekatan *kenapa nggak sama aku aja sih Kang Saka?
Baiklah, dari sekian kesempurnaan isi dalam buku ini pasti nggak lupa akan kesalahan-kesalahan baik yang disengaja atau tidak. Tetapi, saya benar-benar nggak akan menyebutkan satu kesalahn apapun karena saya sangat sangat sangat suka (kalau saja sang penulis tau gimana rasa senang saya membaca karyanya. Entahlah). Sabtu bersama bapak, buku yang sangat saya rekomendasikan. Five stars for this book and two thumbs for you, Kang Adhitya Mulya.
Adhitya Mulya, benar-benar membuat rasa kangen saya terhadap seorang bapak berkecamuk di dalam dada. Walau bertemu dengan bapak setiap hari, saya masih merasa kangen. Kangen akan masa kecil saya dulu. Dan, jujur. Saya sangat iri dengan keluarga ini :')
Sampaikan salam saya kepada Saka.
Dari pencinta karakter tokoh: Sari Handayani.
Read More